Pengertian Hari Suci
Hari suci adalah hari yang istimewa , karena pada hari-hari
suci tersebut para dewa beryoga untuk menyucikan alam semesta berupa isinya .
Beryadnya pada saat ini nilainya sangat baik dibandingkan hari biasanya dan
hari suci sering disebut dengan hari raya karena pada saat ini diperingati dan
dirayakan dengan khusus dan istmewa . Umat Hindu sering menyebut dengan “
Rahinan “
Rangkaian pelaksanaan hari suci keagamaan hindu
Secara garis besar ,pedoman atau patokan yang dipakai untuk
memeringati hari raya keagamaan bagi umat hindu dibedakan menjadi dua macam
yaitu:
1. Berdasarkan atas
Perhitungan Sasih ( Pranata Masa ) , seperti hari raya Nyepi dan hari raya Siwa
Latri .
2. Berdasarkan Pawukon
(wuku) , yaitu hari raya Galungan , Kuningan , Saraswati dan Pagerwesi .
Hari raya yang berdasarkan pawukon dibedakan menjadi empat
yaitu :
1. Budha kliwon
2. Tumpek
3. Budha wage / Budha
kliwon
4. Anggara kasih
Nama – nama dalam satu saka :
1. Srawana /
Kasa = Juli
2. Badrawada /
Karo = Agustus
3. Asuji / Katiga =
September
4. Kartika /
Kapat =
Oktober
5. Margasira / Kalima =
November
6. Posya /
Kanem =
Desember
7. Magha /
Kapitu =
Januari
8. Phalguna /
Kawulu = Februari
9. Caitra /
Kasanga = Maret
10. Waisaka /
Kadasa = April
11. Jyesta /
Jyesta =
Mei
12. Ashada /
Sada =
Juni
Rangkaian pelaksanaan hari raya berdasarkan perhitungan
sasih
1. Hari Purnama (
bulan penuh )
Adalah hari suci yang datangnya setiap satu bulan sekali ,
untuk memohon kejernihan pikiran serta menghormati Sang Hyang Ratih .
2. Hari Tilem (
bulan mati )
Adalah hari suci yang datangnya setiap satu bulan sekali ,
untuk memohon keselamatan serta menghormatiSang Hyang Surya yang sedang
melakukan yoga .
3. Purnama Kapat (
Purnama kartika )
Diyakini sebagai sasih/bulan yang penuh berkah yang ditandai
dengan turunnya hujan . pada hari suci untuk upacara Yadnya atau melakukan
Punia . Pada saat ini beryogalah Sang Hyang Parameswara atau Sang Hyang
Purusangkara.
4. Hari Raya Siwa Ratri
Siwa ratri ,berasal dari kata Siwa dan Ratri . Siwa
adalah Sang Hyang Siwa , sedangkan Ratri berarti malam .
Jadi Siwa ratri adalah malam Siwa karena pada saat ini Dewa Siwa beryoga . Siwa
ratri dilaksanakan setiap Purwaning Tilem Sasih Kapitu
( sehari sebelum tilem sasih kapitu / Palguna ). Diceritakan
ada seorang pemburu yang bernama lubdaka yang tinggal disebuah desa terpencil .
setiap hari pekerjaannya berburu binatang. Setiap hari pula ia melakukan Himsa
Karma
( Menyakiti dan membunuh binatang ). Pada suatu hari ia
melakukuan perburuan ke tengah hutan,namun ia tak mendapatkan seekor binatang.
Lubdaka tidak putus asa dan terus menyelundup ke tengah hutan hingga sore hari. Karena
hari semakin gelap ia memutuskan untuk menginap di hutan tersebut. Agar
tidak dimakan atau diganggu binatang buas ia naik keatas pohon BILA yang
kebetulan tumbuh dipinggir kolam yang dahannya menjulur di atas kolam tersebut.
Untuk mengghilangkan rasa kantuk ia memetik satu persatu daun pohon itu dan
dijatuhkan ke dalam kolam
( 108 daun ). Tanpa disadari munjulah sebuah lingga di
tengah kolam tersebut sebagai tempat berstananya Dewa Siwa melaksanakan
tapa,brata, yoga, semedhi.
Perbuatan
Lubdaka telah diketahui oleh Dewa Siwa. Karena ia telah mengikuti tapa, yoga,
semadhinya Dewa Siwa., maka Dewa Siwa menghadihainya pengampunan dosa,kelak
jika ia meninggal rohnya akan diterima di alam Siwa
( Siwa Loka ).
Keesokan
harinya ia pulang kerumah tanpa membawa hewan buronan satu pun dan apa yan
dialaminya di hutan ia ceritakan kepada istri dan sanak keluarganya. Hari
berganti hari, tahun berganti tahun terlewati akhirnya ia jatuh sakit dan
meninggal dunia. Rohnya Lubdaka kemudian disambut oleh Cikra Bala Dewa
Yamadipati, untuk disiksa di neraka sesuai dengan perbuuatanya setiap hari
membunuh hewan dan penuh dosa. Tak lama kemudian datanglah prajurit Dewa Siwa
untuk menjemput rohnya Lubdaka untuk diantar menghadap dewa Siwa di Siwa Loka.
Maka terjadilah perdebatan antara Cikra Bala Dewa Yamadipati dengan prajurit
Dewa Siwa. Akhirnya setelah dijelaskan oleh Dewa Siwa karma baiknya Lubdaka
pada waktu Siwa Ratri melaksanakan tapa, brata, yoga, semadhi maka Cikra Bala
Dewa Yamadipati mengalah, kemudian rohnya diantar ke Siwa Loka ( sorga ) oleh
prajurit dewa Siwa. Demikianlah riwayat Lubdaka walaupun sering berbuat dosa,
namun kalau tekun melakukan tapa, yoga, brata dan semadhi terutama pada saat
Siwa Ratri maka dosa-dosanya dapat dilebur oleh Dewa Siwa.
5. Hari Raya Nyepi
Adalah hari raya untuk menyambut tahun baru Saka.
Rangkaian upacara untuk Hari Raya Nyepi :
a. Panglong 13 Sasih
Kasanga
Umat Hindu melaksanakan upaangcara Melasti / Mekiis ke
sumber mata air (laut), yang bertujuan untuk “ ngayudang malaning gumi, angamet
tirtha amertha “ . artinya menghayutkan segala kotoran buana agung dan buana
alit kemudia memohon tirtha amertha ( tirtha kehidupan )
b. Tilem Sasih Kasanga
Melaksanakan Budha yadnya mulai dari tingkat keluarga sampai
tingkat propinsi. Setelah melaksanakan upacara tersebut sore harinya (
sandhikala ) diadakan upacara ngerupuk dan mengarak ogoh-ogoh sebagai simbois
wujud Bhuta Yadnya. Mengarak ogoh-ogoh bertujuan untuk nyomnya Bhuta Kala agar
sifat-sifatny yang negatif berubah menjadi dewa agar membantu menylamatkanumat
manusia.
c. Tanggal Apisan (
tanggal satu ) sasih kadasa
Adalah tahun baru Saka ( hari suci nyepi ). Umat Hindu
melaksanakan Catur Brata Penyepian yaitu :
1. Amati Geni artinya
tiidak menyalakan api
2. Amati Karya artinya
tidak bekerja
3. Amati Lelungan artinya
tidak berpergian
4. Amati Lelanguan
artinya tidak mengumbar nafsu ( tidak mendengarkan radio, tape,TV,dan kegiatan
yang menyenangkan lainnya )
d. Ngembak Geni
Sehari setelah hari suci Nyepi,umat Hindu saling
kunjung-mengunjungi sanak keluarga
e. Dharma Santi
Setelah hari ngembak geni. Mengenai pelaksanaan Dharma Santi
ini disesuaikan dengan kemempuan dan desa,kala,patra( tempat,waktu dan keadaan
)
Rangkaian pelaksanaan hari raya berdasarkan perhitungan Wuku
1. Hari Raya Pagerwesi
Pagerwesi adalah hari raya untuk memuja Sang Hyang Widhi
dengan Prabhawanya sebagai Sang Hyang Pramesti Guru yang sedang
beryoga disertai oleh para dewa dan pitara demi kesejahteraan dunia dengan
segala isinya dan demi kesentosaan kehidupan semua makhluk.
Rangkaian pelaksanaan Hari Raya Pagerwesi :
a. Soma Ribek
Hari pemujaan Sang Hyang Sri Amrtha pada tempt
beras dan tempat menyimpan padi. Dilaksanakan pada Soma Pon Wuku Sinta.
Pada saat ini juga memuja Sang Hyang Tri Pramana ( tiga unsur yang memberi
kekuatan ) yaitu : Dewi Sri,Dewa Sedana dan Dewi Saraswat. Bratha hari ini
tidak boleh menjual beras , tidak boleh menumbuk padi.
b. Sabuh Mas
Dilaksnakan pada setiap Anggara Wage Wuku Sinta. Pada
saat ini hari pesucian Sang Hyang Mahadewa dengan melimpahkan
anugrahnya pada “Raja Brana”( harta benda ) seperti : emas,perak dan sebagainya
c.Pagerwesi
Dilaksanakan setiap Buda Kliwon Sinta. Menghaturkan bakti kehadapan Sang Hyang Pramesti Guru di sanggah kemimitan /kemulan yang disertai dengan korban untuk Sang Panca Maha Bhuta agar Memberi keselamatan manusia
Dilaksanakan setiap Buda Kliwon Sinta. Menghaturkan bakti kehadapan Sang Hyang Pramesti Guru di sanggah kemimitan /kemulan yang disertai dengan korban untuk Sang Panca Maha Bhuta agar Memberi keselamatan manusia
2. Hari Raya Tumpek
Landep ( Untuk Senjata )
Dilaksanakan setiap Saniscara Kliwon Wuku Landep,hari
pemujaan Sang Hyang Pasupati ( Sang Hyang Siwa ),yaitu Dewa penguasa
senjata. Dilakukan upacara pemujaan di “prapen”( tempat membuat senjata,sarana
tranportasi). Tujuan
upacara ini adalah agar semua alat-alat tersebut
bertuah dan berfungsi sebagaimana mestinya.
3. Hari Raya Galungan dan
Kuningan
Hari raya Galungan adalah hari raya untuk memperingati
kemenangan dharma melawan adharma.
Rangkaian pelaksanaan Hari Raya Galungan :
a. Tumpek Wariga
(tubuh-tumbuhan)
Dilaksnakan pada Saniscara Kliwon Wuku Wariga. Disebut
pula hari Tumpek Uduh, Tumpek Pengarah, Tumpek Pengatag, Tumpek Bubuh. Upacara
selamatan kepada Sang Hyang Sangkara, sebagai dewa penguasa
tumbuh-tumbuhan agar menghasilkan hasil yang melimpah untuk bekal persiapan hari
raya Galungan. Mengaturkan sesajen banten yang berisi bubur sumsum sebagai
lambang kesuburan.
b. Sugihan Jawa
Dilaksanakan setiap Wraspati Wage Wuku Sungsang.
Sugihan Jawa adalah hari pembersihan bhuana agung( alam Semesta )upacar
selamatan kepada Sang Hyang Dharma untuk memohon kesucian alam
semesta dan kesucian Bhuana Alit ( umat manusia ) Agar terhindar dari
kesengsaraan.
c. Sugihan Bali
Dilaksanankan setiap Sukra Kliwon Wuku Sungsang. Pada
saat ini melakukan upacara mohon tirtha pembersihan pada Sang Maha Muni (
orang suci ) untuk membersihkan segala papa pataka yang ada pada diri kita
sendiri.
d. Hari
Penyekeban
Dilaksanakan pada Redite Paing Wuku Galungan. Pada hari
ini nyekeb ( memeram, pisang atau tape untuk persiapan hari raya Galungan ),
sebagai simbol pengekangan diri agar tidak tergoda Sang Bhuta Galungan. Untuk
mengganggu ketentraman bhatin manusia Sang Bhuta Galunganturun kedunia.
e. Hari Penyajaan
Dilaksanakan setiap Soma Pon Wuku Dungulan. Pada hari
ini umat hindu membuat jaja uli,begina dan lainnya. Kata jaja berarti saja yang
mengandung maksud sungguh-sungguh akan melaksanakan hari raya Galungan. Hari
ini turun lagi Sang Bhuta Dungulan oleh karena itu Sang Bhuta Kala
bertambah lagi seorang, maka dari itu kita harus lebih waspada lagi.
f. Hari
Penampahan Galungan
Dilaksanakan setiap Anggara Wage Wuku Dungulan. Pada
hari ini melakukan penyemblihan ternak atau binatang lainya untuk keperluan
Yadnya dan keperluan pesta menyambut hari raya Galungan. Sang Bhuta
Amangkurat turun dengan tujuan menggoda umat manusia agar batal
melaksanakan hari raya Galungan, sehinga godaan semakin meningkat karena Sang
Bhuta Kala yang turun sudah tiga orang. Oleh karena itu kita harus betul-betul
menjungjung tinggi dharma niscaya kita akan menang melawan adharma. Penampahan
berasal dari kata “ tampa “ yng berartijunjung, maksudnya adalah
kalau dharma sudah dijunjung maka adharma akan kalah, hal ini disimbulkan
dengan pembantaian babi dan ternak lainnya. Sore harinya dipasang sebuah penjor
Galungan sebagai simbolis gunung Agung atau simbol dari naga. Setelah itu
dilakukan natab banten pabyakaonan untuk menyucikan diri dan diharapkan bhuta
matemahan Dewa
( Bhuta menjadi Dewa ).
g. Hari Raya Galungan
Dilaksanakan setiap Budha Kliwon Wuku Dungulan. Karena
bhutakala sudah ditunfukan pada hari penampahan maka kita merayakan hari raya
Galungan dengan riang gembira. Persembahan-persembahan yang serba utama kepada
semua manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa. Karena dilaksanakan dengan suasana
paling ramai dan paling meriah sehingga hari raya Galungan disebut dengan hari
“Pawedalan Jagat” atau hari “Otonan Gumi”.
Hari Raya Galungan lebih semarak lagi kalau jatuh bertepatan
dengan hari purnama yang disebut dengan hari raya galungan Nadi dengan
ciri-cirinya adalah bambu batang penjornya bagian bawah dikerik bersih dan di
ujung bambu penjorbagian atas diisi dengan gerincing ( gongseng ) agar dapat
berbunyi ngrincing kalau ditempuh angin,sehingga menimbuulkan suara yang ramai
dan meriah.
Tetapi sebaliknya Hari Raya Galungan bertepatan dengan :
1. Sasih Kapitu dan hari
Tilem disebut masa Kalarau, pada hari raya galungan ini tidak dibenarkan
menghaturkan banten yang berisi tumpeng.
2. Sasih Kasanga dan
kebetulan pula penampahan Galungan bertepatan dengan hari tilem, maka pada hari
raya Galungan tidak boleh makan daging / ikan berdarahdan jika melanggaraka
mengakibatkan merajalelanya penyakit hingga bertahun-tahun, karena dipastu oleh
Sang Maha Kala Raja, sebab Galungan Nara Mangsa namanya. Demikianlah
pewarah-warah Sang Hyang Widhi Wasa yang bergelar Bhatari Putri di Pura Dalem.
h. Hari umanis Galungan
Dilaksanakan setiap Wraspati Umanis wuku Dungulan. Pada
hari ini melaksanakan penyucian diri lahir dan bathin, lalu mengaturkan sesajen
kehadapan Sang Hyang Widhi dan segala manifestasinya, mohon keselamatan bhuana
agung dan buana alit. Setelah itu dilanjutkan dengan mengunjungi sanak
keluarga.
i. Hari
Pemiridan Guru
Dilaksanakan setiap Saniscara Pon wuku Dungulan. Pada
hari ini melakukan persembahyangan kehadapan para Dewa, mengaturkan parama
suksama karena berkat anugrah beliau kita dapat merayakan hari raya Galungan
dengan selamat dan meriah. Pada hari ini para Dewa kembali ke kahyangan setelah
meninggalkan anugrah berupa kedirgayusaan ( panjang umur ).
j. Hari
Ulihan
Dilaksanakan setiap Redite Wage Wuku Kuningan. Pada
hari ini melakukan persembahyangan kehadapan Sang Hyang Widhi dan segala
manisfestasinya dan mengucapkan syukur atas karunia yang telah dilimpahkan.
Pada hari ini pula para dewa ke singgasananya masing-masing.
k. Hari Pamecekan Agung
Dilaksanakan setiap Soma Kliwon Wuku Kuningan. Pada
hari ini mengaturkan sesajen kehadapan para Bhuta Kala yaitu Sang Kala Tiga
Galungan beserta para pengikutnya agar kembali ketempatnya masing-masing dan
memberi keselamatan kepada umat manusia.
l. Hari
Penampahan Kuningan
Dilaksanakan setiap Sukra Wage wuku Kuningan. Pada hari
ini melakukan penyembelihan hewan ternak untuk persiapan menyambut Hari Raya
Kuningan. Dan membuat sesajen untuk persiapan persembahyangan hari raya
Kuningan keesokan harinya.
m. Hari Raya Kuningan
Dilaksanakan setiap Saniscara Kliwon wuku Kuningan.
Pada hari ini melakuka persembahyangan kepada para dewa, para leluhur dengan
mengaturkan sesajen yang berisi nasi yang berwarna kuning sebagai simbolis
kemakmuran. Karena telah dilimpahkan kemakmuran dan kalau sudah makmur biasanya
kita lupa dengan bahaya musuh yang tidak kelihatan akan mengancam dan lupa
mengaturkan sesajen kehadapan Sang Hyang Widhi. Untuk mencegah bahaya itu maka
memasang tamiang,kolem dan endongan sebagai simbolis menolak mala petaka waktu
kita tidur atau terlena dan sebagai pesembahan kepada para dewa yang akan pergi
ke kahyangan. Waktu menghaturkan sesajen nasi kuning sebelum tengah hari.
n. Hari Umanis Kuningan
Dilaksanakan setiap Redite Umanis wuku Langkir. Pada
hari ini melakukan kunjungan keluarga untuk saling maaf-memaafkan sambil
berekreasi ke tempat-tempat hiburan bersama keluarga.
o. Hari Budha Kliwon
Pegat warah / Pegat wakan
Dilaksanakan setiap Budha Kliwon wuku Pahang. Pegat
warah berarti diam(mona)
Jadi pada hari ini adalah hariyang baik sekali untuk
melaksanakan Mona Bratha
( Bratha Dhyana / Dhyana Pralina ) dan mempesembahkan
sesajen kehadapan Sang Hyang Widhi dan segala manisfestasinya. Sore harinya
penjor Galungan dicabut sebagai peranda bahwa rangkaian hari raya Galungan
telah berakhir. Semua hiasan penjor dicabut dan dibakar.
4. Hari Raya Tumpek
Kandang ( hewan )
Dilaksanakan setiap Saniscara Kliwon wuku Uye. Pada
hari ini menghaturkan sesajen kehadapan Dewa penguasa ternak yaitu Sang
Hyang Rare Angon, dengan tujuan agar ternak selamat dan bertambah banyak
hasilnya. Makna dari upacara ini adalah melestarikan binatang-binatang agar
tidak punah.
5. Hari raya Tumpek Wayang
Dilaksanakan setiap Saniscara Kliwon wuku Wayang. Hari
ini adalah puja walinya Sang Hyang Iswara ( dewa penguasa kesenian ).
Tempat mengaturkan sesajen adalah pada wayang, gong, gambang dan alat-alat
seninya. Makna dari hari raya ini adalah sebagai pelestarian dibidang seni,
agar kesenian tidak punah, dan supaya kesenian itu berkembang san metaksu ( berkharisma
)
6. Hari
Budha Cemeng Kelau
Dilaksanakan setiap Budha Wage wuku Kelau. Hari ini
adalah hari puja wali Sang Hyang Sedana,dewa penguasa uang. Pada hari ini
mengaturkan sesajen dan persembahan kehadapan Sang Hyang Sedana di peliggih
Rambut Sedana atau ditempat menaruh uang, untu memohon keselamatan dari pada
uang dan agar uang tersebut berguna dalam kehidupan untuk kesejahtraan.
7. Hari
Sukra Umanis Kelau
Dilaksanakan setiap Sukra Umanis wuku Kelau. Hari ini
adalah puja wali Sang Hyang Sri, sebagai penguasa padi. Pada hari ini
mengaturkan sesajen dan persembahan kehadapan Sang Hyang Sri di lumbung (
tempat menyimpan padi ), di Pulu ( tempat khusus menaruh beras ), agar padi dan
beras kita selamat dan beliau melimpahkan kemakmuran.
8. Hari
Raya Saraswati
Dilaksanakan setiap Saniscara Umanis wuku Watugunung.
Hari raya untuk memuliakan atau memuja Sang Hyang Widhi Wasa dalam
manisfestasinya sebagai
“ Dewaning pangeweruh ” yaitu Dewa penguasa ilmu pengetahuan
suci ( Weda ). Dari ilmu pengetahuan yang diturunkan oleh Dewi Saraswati inilah
timbul berbagai ciptaan-ciptaan baru. Dewi Saraswati adalah sakti atau kekuatan
dari dewa Brahma. Dewi saraswati dilukiskan sebagai wanita cantik, bertangan
empat, masing-masing tangannya memegang : genitri, keropak, wina dan
teratai. Di samping Dewi Saraswati tersebut terdapat burung merak dan
angsa.
Semua gambar tersebut mengandung arti dan makna sebagai
berikut :
a. Wanita cantik / dewi yang
cantik adalah simbol sifat ilmu pengetahuan itu sangat mulia, lemah lembut dan
menarik hati.
b. Genitri adalah simbol bahwa
ilmu pengetahuan itu tidak akan ada akhirnya dan selama hidup ini tidak akan
habis-habisnya untuk dipelajari.
c. Keropak adalah
simbol dari gudang ilmu pengetahuan.
d. Wina adalah
simbol dari ilmu pengetahuan yang sangat mempengaruhi estetika atau rasa yang
seni.
e. Teratai adalah
simbol pengetahuan yang sangat suci.
f. Merak adalah
simbol pengetahuen itu memberikan suatu kewibawaan kepada orang yang telah
menguasainya.
g. Angsa adalah
simbol pengetahuan yang sangat bijaksana untuk membedakan yang baik dan yang
buruk.
Setelah hari raya Saraswati dilasanakan hari Banyu Pinaruh dilaksankan
setiap Redite Paing wuku Sinta sebagai simbol mendapatkan anugrah
ilmu pengetahuan suci (weda)
Dengan melakukan penyucian diri dengan mandi di laut atau
sumber mata air lainnya setelah itu melakukan persembahyangan kemudian mohon
tirtha Saraswati yang dilanjutkan dengan ngelunsur atau mohon jajan Saraswati
sebagai simbolis mendapatkan anugrah ilmu pengetahuan dari Dewi Saraswati.
suksma nggih , sangat membantu
ReplyDeleteMatur suksma
ReplyDelete