Mahabharata adalah sebuah kisah kepahlawanan abadi,
Mahabharata bukan hanya sekedar kisah kepahlawanan akan tetapi juga merupakan
kisah jatuh bangunnya kebudayaan dan peradaban India. Kitab
Mahābhārata merupakan salah satu Itihāsa yang terkenal. Kitab Mahābhārata
berisi lebih dari 100.000 sloka. Mahabharata juga merupakan
sebuah kisah perseteruan antara yang benar (Dharma) melawan yang tidak benar
(Adharma) yang pada akhirnya
Kebenaran(Dharma) yang menang.
Mahabharata merupakan sebuah karya sastra kuno yang konon
ditulis oleh Begawan Byasa atau Vyasa dari India. Buku ini terdiri atas delapan
kitab. Oleh karena itu, dinamakan Asta Dasa Parwa (asta=8, dasa=10,
parwa=kitab). Namun, ada pula yang meyakini bahwa kisah ini sesungguhnya
merupakan kumpulan dari banyak cerita yang semula terpencar-pencar, yang
dikumpulkan semenjak abad ke-4 sebelum masehi.
Delapan belas Parwa (Asta Dasa Parwa) atau bagian tersebut
dalam kisah Mahabharata, yaitu sebagai berikut:
1. Adi-Parwa =
Pendahuluan, kisah Raja Manu dan lahir serta dibesarkan Keturunan Manu
(Pandawa-Kurawa).
2. Sabha-Parwa =
Pandawa membangun istana Indraprasta, permainan judi, dan hidup di pengasingan.
Diceritakan pula saat Yudhistira menyelamatkan para saudaranya dari kematian
maka diuji dengan pertanyaan tentang Dharma kehidupan oleh Dewata.
3. Wana-Parwa =
Dua belas tahun di pengasingan di hutan.
4. Wirata-Parwa =
Tahun dalam pengasingan dihabiskan di Kerajaan Wirata.
5. Udyoga-Parwa =
Negosiasi serta persiapan perang.
6. Bhisma-Parwa =
Bagian pertama dari pertempuran besar, dengan Bisma sebagai komandan untuk
Kurawa dan bagian saat Bhagawad-gita diturunkan oleh Sri Khrisna kepada sang
Arjuna, yang disaksikan oleh kusir kereta Prabu Dhritarastra yang diangkat
menjadi menteri raja. Beliau bernama Sanjaya.
7. Drona-Parwa =
Pertempuran berlanjut, dengan Drona sebagai panglima.
8. Karna-Parwa =
Pertempuran lagi, dengan Karna sebagai panglima.
9. Shalya-
Parwa = Bagian terakhir dari pertempuran dengan Salya sebagai panglima.
10. Sauptika-Parwa =
Bagaimana Ashwattama dan sisanya Kurawa membunuh tentara Pandawa dalam tidur
mereka sehingga meninggalnya Panca Kumara, putra dari Panca Pandawa.
11. Stri-Parwa =
Gandari dan para istri ksatria meratapi suami mereka yang meninggal/orang mati.
12. Shanti-Parwa =
Yudhistira menjadi Raja Hastina.
13 Anusasana-Parwa =
Final instruksi dari Bisma, kakek dari Pandawa dan Kurawa.
14. Ashwamedhika-Parwa =
Upacara Kerajaan Ashwamedha yang dilakukan oleh Yudhistira.
15. Ashramawasika-Parwa =
Dretarasta, Gandari, dan Kunti pergi ke Ashram, dan akhirnya meninggal di
hutan.
16. Mausala-Parwa =
Pertikaian antara bangsa Yadawa karena senjata mausala.
17. Mahaprasthanika-Parwa =
Bagian pertama perjalanan “besar” menuju kematian dari Yudhistira dan
saudara-saudaranya.
18. Swagarohana-Parwa =
Pandawa kembali ke dunia spiritual (swarga)
Sinopsis Mahabharata
Kisah Mahabharata diawali dengan pertemuan Raja Duswanta
dengan Sakuntala. Raja Duswanta adalah seorang raja besar dari Chandrawangsa
keturunan Yayati, menikahi Sakuntala dari pertapaan Bagawan Kanwa, kemudian
menurunkan Sang Bharata. Sang Bharata menurunkan Sang Hasti, yang kemudian
mendirikan sebuah pusat pemerintahan bernama Hastinapura. Sang Hasti menurunkan
Para Raja Hastinapura. Dari keluarga tersebut, lahirlah Sang Kuru, yang
menguasai dan menyucikan sebuah daerah luas yang disebut Kurukshetra. Sang Kuru
menurunkan Dinasti Kuru atau Wangsa Kaurawa. Dalam Dinasti tersebut, lahirlah
Pratipa, yang menjadi ayah Prabu Santanu, leluhur Pandawa dan Kurawa.
Prabu Santanu adalah seorang raja mahsyur
dari garis keturunan Sang Kuru, berasal dari Hastinapura. Ia menikah dengan
Dewi Gangga yang dikutuk agar turun ke dunia, namun Dewi Gangga meninggalkannya
karena Sang Prabu melanggar janji pernikahan. Hubungan Sang Prabu dengan Dewi
Gangga sempat membuahkan 7 anak, akan tetapi semua ditenggelamkan ke laut
Gangga oleh Dewi Gangga dengan alasan semua sudah terkena kutukan. Akan tetapi
kemudian anak ke 8 bisa diselamatkan oleh Prabu Santanu yang diberi nama
Dewabrata. Kemudian Dewi Ganggapun pergi meninggalkan Prabu Santanu. Nama
Dewabrata diganti menjadi Bisma karena ia melakukan bhishan pratigya, yaitu
sumpah untuk membujang selamanya dan tidak akan mewarisi tahta ayahnya. Hal itu
dikarenakan Bisma tidak ingin dia dan keturunannya berselisih dengan keturunan
Satyawati, ibu tirinya.
Setelah ditinggal Dewi Gangga, akhirnya
Prabu Santanu menjadi duda. Beberapa tahun kemudian, Prabu Santanu melanjutkan
kehidupan berumah tangga dengan menikahi Dewi Satyawati, puteri nelayan. Dari
hubungannya, Sang Prabu berputera Sang Citrānggada dan Wicitrawirya. Demi
kebahagiaan adik-adiknya, ia pergi ke Kerajaan Kasi dan memenangkan sayembara
sehingga berhasil membawa pulang tiga orang puteri bernama Amba, Ambika, dan
Ambalika, untuk dinikahkan kepada adik-adiknya. Karena Citrānggada wafat, maka
Ambika dan Ambalika menikah dengan Wicitrawirya sedangkan Amba mencintai Bisma
namun Bisma menolak cintanya karena terikat oleh sumpah bahwa ia tidak akan
kawin seumur hidup. Demi usaha untuk menjauhkan Amba dari dirinya, tanpa
sengaja ia menembakkan panah menembus dada Amba. Atas kematian itu, Bisma
diberitahu bahwa kelak Amba bereinkarnasi menjadi seorang pangeran yang memiliki
sifat kewanitaan, yaitu putera Raja Drupada yang bernama Srikandi. Kelak
kematiannya juga berada di tangan Srikandi yang membantu Arjuna dalam
pertempuran akbar di Kurukshetra.
Citrānggada wafat di usia muda dalam
suatu pertempuran, kemudian ia digantikan oleh adiknya yaitu Wicitrawirya.
Wicitrawirya juga wafat di usia muda dan belum sempat memiliki keturunan.
Satyawati mengirim kedua istri Wicitrawirya, yaitu Ambika dan Ambalika, untuk
menemui Resi Byasa, sebab Sang Resi dipanggil untuk mengadakan suatu upacara
bagi mereka agar memperoleh keturunan. Satyawati menyuruh Ambika agar menemui
Resi Byasa di ruang upacara. Setelah Ambika memasuki ruangan upacara, ia
melihat wajah Sang Resi sangat dahsyat dengan mata yang menyala-nyala. Hal itu
membuatnya menutup mata. Karena Ambika menutup mata selama upacara berlangsung,
maka anaknya terlahir buta. Anak tersebut adalah Drestarastra. Kemudian
Ambalika disuruh oleh Satyawati untuk mengunjungi Byasa ke dalam sebuah kamar
sendirian, dan di sana ia akan diberi anugerah. Ia juga disuruh agar terus
membuka matanya supaya jangan melahirkan putra yang buta (Drestarastra) seperti
yang telah dilakukan Ambika. Maka dari itu, Ambalika terus membuka matanya
namun ia menjadi pucat setelah melihat rupa Sang Bagawan (Byasa) yang luar
biasa. Maka dari itu, Pandu (putranya), ayah para Pandawa, terlahir pucat.
Drestarastra dan Pandu mempunyai saudara tiri yang bernama Widura. Widura
merupakan anak dari Resi Byasa dengan seorang dayang Satyawati yang bernama
Datri. Pada saat upacara dilangsungkan dia lari keluar kamar dan akhirnya
terjatuh sehingga Widura pun lahir dengan kondisi pincang kakinya.
Dikarenakan Drestarastra terlahir buta
maka tahta Hastinapura diberikan kepada Pandu. Pandu menikahi Kunti kemudian
Pandu menikah untuk yang kedua kalinya dengan Madrim, namun akibat kesalahan
Pandu pada saat memanah seekor kijang yang sedang kasmaran, maka kijang
tersebut mengeluarkan kutukan bahwa Pandu tidak akan merasakan lagi hubungan
suami istri, dan bila dilakukannya, maka Pandu akan mengalami ajal. Kijang
tersebut kemudian mati dengan berubah menjadi wujud aslinya yaitu seorang
pendeta. Kemudian karena mengalami kejadian buruk seperti itu, Pandu lalu
mengajak kedua istrinya untuk bermohon kepada Hyang Maha Kuasa agar dapat diberikan
anak. Atas bantuan mantra Adityahredaya yang pernah diberikan oleh Resi Byasa
maka Dewi Kunti bisa memanggil para dewa untuk kemudian mendapatkan putra.
Pertama kali mencoba mantra tersebut datanglah Batara Surya, tak lama kemudian
Kunti mengandung dan melahirkan seorang anak yang kemudian diberi nama Karna.
Tetapi Karna kemudian dilarung kelaut dan dirawat oleh Kurawa, sehingga nanti
pada saat perang Bharatayudha, Karna memihak kepada Kurawa. Kemudian atas
permintaan Pandu, Kunti mencoba mantra itu lagi, Batara Guru mengirimkan Batara
Dharma untuk membuahi Dewi Kunti sehingga lahir anak yang pertama yaitu
Yudistira, setahun kemudian Batara Bayu dikirim juga untuk membuahi Dewi Kunti
sehingga lahirlah Bima, Batara Guru juga mengutus Batara Indra untuk membuahi
Dewi Kunti sehingga lahirlah Arjuna dan yang terakhir Batara Aswan dan Aswin
dikirimkan untuk membuahi Dewi Madrim, dan lahirlah Nakula dan Sadewa. Kelima
putera Pandu tersebut dikenal sebagai Pandawa. Dretarastra yang buta menikahi
Dewi Gandari, dan memiliki sembilan puluh sembilan orang putera dan seorang
puteri yang dikenal dengan istilah Kurawa.
Pandawa dan Kurawa merupakan dua kelompok
dengan sifat yang berbeda namun berasal dari leluhur yang sama, yakni Kuru dan
Bharata. Kurawa (khususnya Duryudana) bersifat licik dan selalu iri hati dengan
kelebihan Pandawa, sedangkan Pandawa bersifat tenang dan selalu bersabar ketika
ditindas oleh sepupu mereka. Ayah para Kurawa, yaitu Drestarastra, sangat
menyayangi putera-puteranya. Hal itu membuat ia sering dihasut oleh iparnya
yaitu Sengkuni, beserta putera kesayangannya yaitu Duryudana, agar mau
mengizinkannya melakukan rencana jahat menyingkirkan para Pandawa.
Pada suatu ketika, Duryudana mengundang
Kunti dan para Pandawa untuk liburan. Di sana mereka menginap di sebuah rumah
yang sudah disediakan oleh Duryudana. Pada malam hari, rumah itu dibakar. Namun
para Pandawa bisa diselamatkan oleh Bima yang telah diberitahu oleh Widura akan
kelicikan Kurawa sehingga mereka tidak terbakar hidup-hidup dalam rumah
tersebut. Usai menyelamatkan diri, Pandawa dan Kunti masuk hutan. Di hutan
tersebut Bima bertemu dengan raksasa Hidimba dan membunuhnya, lalu menikahi
adiknya, yaitu raseksi Hidimbi atau Arimbi. Dari pernikahan tersebut, lahirlah
Gatotkaca.
Setelah melewati hutan rimba, Pandawa
melewati Kerajaan Pancala. Di sana tersiar kabar bahwa Raja Drupada
menyelenggarakan sayembara memperebutkan Dewi Drupadi. Adipati Karna mengikuti
sayembara tersebut, tetapi ditolak oleh Drupadi. Pandawa pun turut serta
menghadiri sayembara itu, namun mereka berpakaian seperti kaum brahmana.
Pandawa ikut sayembara untuk memenangkan
lima macam sayembara, Yudistira untuk memenangkan sayembara filsafat dan
tatanegara, Arjuna untuk memenangkan sayembara senjata Panah, Bima memenangkan
sayembara Gada dan Nakula - Sadewa untuk memenangkan sayembara senjata Pedang.
Pandawa berhasil melakukannya dengan baik untuk memenangkan sayembara.
Drupadi harus menerima Pandawa sebagai
suami-suaminya karena sesuai janjinya siapa yang dapat memenangkan sayembara
yang dibuatnya itu akan jadi suaminya walau menyimpang dari keinginannya yaitu
sebenarnya yang diinginkan hanya seorang Satriya.
Setelah itu perkelahian terjadi karena
para hadirin menggerutu sebab kaum brahmana tidak selayaknya mengikuti
sayembara. Pandawa berkelahi kemudian meloloskan diri. sesampainya di rumah,
mereka berkata kepada ibunya bahwa mereka datang membawa hasil meminta-minta.
Ibu mereka pun menyuruh agar hasil tersebut dibagi rata untuk seluruh saudaranya.
Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat bahwa anak-anaknya tidak hanya
membawa hasil meminta-minta, namun juga seorang wanita.
Agar tidak terjadi pertempuran sengit,
Kerajaan Kuru dibagi dua untuk dibagi kepada Pandawa dan Kurawa. Kurawa memerintah
Kerajaan Kuru induk (pusat) dengan ibukota Hastinapura, sementara Pandawa
memerintah Kerajaan Kurujanggala dengan ibukota Indraprastha. Baik Hastinapura
maupun Indraprastha memiliki istana megah, dan di sanalah Duryudana tercebur ke
dalam kolam yang ia kira sebagai lantai, sehingga dirinya menjadi bahan ejekan
bagi Drupadi. Hal tersebut membuatnya bertambah marah kepada para Pandawa.
Untuk merebut kekayaan dan kerajaan
Yudistira, Duryudana mengundang Yudistira untuk main dadu, ini atas ide dari Arya
Sengkuni. Pada saat permainan dadu, Duryudana diwakili oleh Sengkuni sebagai
bandar dadu yang memiliki kesaktian untuk berbuat curang. Permulaan permainan
taruhan senjata perang, taruhan pemainan terus meningkat menjadi taruhan harta
kerajaan, selanjutnya prajurit dipertaruhkan, dan sampai pada puncak permainan
Kerajaan menjadi taruhan, Pandawa kalah habislah semua harta dan kerajaan
Pandawa termasuk saudara juga dipertaruhkan dan yang terakhir istrinya Drupadi
dijadikan taruhan. Akhirnya Yudistira kalah dan Drupadi diminta untuk hadir di
arena judi karena sudah menjadi milik Duryudana. Duryudana mengutus para
pengawalnya untuk menjemput Drupadi, namun Drupadi menolak. Setelah gagal,
Duryudana menyuruh Dursasana, adiknya, untuk menjemput Drupadi. Drupadi yang
menolak untuk datang, diseret oleh Dursasana yang tidak memiliki rasa
kemanusiaan. Rambutnya ditarik sampai ke arena judi, tempat suami dan para
iparnya berkumpul. Karena sudah kalah, Yudistira dan seluruh adiknya diminta
untuk menanggalkan bajunya, namun Drupadi menolak. Dursasana yang berwatak
kasar, menarik kain yang dipakai Drupadi, namun kain tersebut terulur-ulur
terus dan tak habis-habis karena mendapat kekuatan gaib dari Sri Kresna yang
melihat Dropadi dalam bahaya. Pertolongan Sri Kresna disebabkan karena
perbuatan Dropadi yang membalut luka Sri Kresna pada saat upacara Rajasuya di
Indraprastha.
Drupadi yang merasa malu dan tersinggung
oleh sikap Dursasana bersumpah tidak akan menggelung rambutnya sebelum
dikramasi dengan darah Dursasana. Bima pun bersumpah akan membunuh Dursasana
dan meminum darahnya kelak. Setelah mengucapkan sumpah tersebut, Drestarastra
merasa bahwa malapetaka akan menimpa keturunannya, maka ia mengembalikan segala
harta Yudistira yang dijadikan taruhan.
Duryudana yang merasa kecewa karena
Drestarastra telah mengembalikan semua harta yang sebenarnya akan menjadi
miliknya, menyelenggarakan permainan dadu untuk yang kedua kalinya. Kali ini,
siapa yang kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun, setelah itu
hidup dalam masa penyamaran selama setahun, dan setelah itu berhak kembali lagi
ke kerajaannya. Untuk yang kedua kalinya, Yudistira mengikuti permainan
tersebut dan sekali lagi ia kalah. Karena kekalahan tersebut, Pandawa terpaksa
meninggalkan kerajaan mereka selama 12 tahun dan hidup dalam masa penyamaran
selama setahun.
Setelah masa pengasingan habis dan sesuai
dengan perjanjian yang sah, Pandawa berhak untuk mengambil alih kembali
kerajaan yang dipimpin Duryudana. Namun Duryudana bersifat jahat. Ia tidak mau
menyerahkan kerajaan kepada Pandawa, walau seluas ujung jarum pun. Hal itu
membuat kesabaran Pandawa habis. Misi damai dilakukan oleh Sri Kresna, namun
berkali-kali gagal. Akhirnya, pertempuran tidak dapat dielakkan lagi.
Pandawa berusaha mencari sekutu dan ia
mendapat bantuan pasukan dari Kerajaan Kekaya, Kerajaan Matsya, Kerajaan
Pandya, Kerajaan Chola, Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha, Wangsa Yadawa,
Kerajaan Dwaraka, dan masih banyak lagi. Selain itu para ksatria besar di
Bharatawarsha seperti misalnya Drupada, Setyaki, Drestadjumna, Srikandi,
Wirata, dan lain-lain ikut memihak Pandawa. Sementara itu Duryudana meminta
Bisma untuk memimpin pasukan Kurawa sekaligus mengangkatnya sebagai panglima
tertinggi pasukan Kurawa. Kurawa dibantu oleh Resi Dorna dan putranya Aswatama,
kakak ipar para Kurawa yaitu Jayadrata, serta guru Krepa, Kertawarma, Salya,
Sudaksina, Burisrawa, Bahlika, Sengkuni, Karna, dan masih banyak lagi.
Pertempuran berlangsung selama 18 hari
penuh. Dalam pertempuran itu, banyak ksatria yang gugur, seperti misalnya
Abimanyu, Durna, Karna, Bisma, Gatotkaca, Irawan, Raja Wirata dan puteranya,
Bhagadatta, Susharma, Sengkuni, dan masih banyak lagi. Selama 18 hari tersebut
dipenuhi oleh pertumpahan darah dan pembantaian yang mengenaskan. Pada akhir
hari kedelapan belas, hanya sepuluh ksatria yang bertahan hidup dari
pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa, Yuyutsu, Setyaki, Aswatama, Krepa dan
Kertawarma. (Nanti diceritakan dalam kisah Bharatayudha)
Setelah perang berakhir, Yudistira
dinobatkan sebagai Raja Hastinapura. Setelah memerintah selama beberapa lama,
ia menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna, yaitu Parikesit. Kemudian, Yudistira
bersama Pandawa dan Drupadi mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir
perjalanan mereka. Di sana mereka meninggal dan mencapai surga. (Diceritakan
dalam kisah Pandawa Seda)
Parikesit memerintah Kerajaan Kuru dengan
adil dan bijaksana. Ia menikahi Madrawati dan memiliki putera bernama
Janamejaya. Janamejaya menikahi Wapushtama (Bhamustiman) dan memiliki putera
bernama Satanika. Satanika berputera Aswamedhadatta. Aswamedhadatta dan keturunannya
kemudian memimpin Kerajaan Wangsa Kuru di Hastinapura. (Diceritakan dalam kisah
Parikesit)
No comments:
Post a Comment