Awatara adalah kelahiran
Vishnu (Tuhan) ke dunia untuk menyelamatkan makhluk hidup dari bahaya besar.
Vishnu adalah pemelihara alam semesta. Ketika alam semesta itu sendiri dalam
bahaya, maka Vishnu akan lahir sebagai makhluk hidup untuk menyelamatkan
seluruh ciptaan.
Berikut disampaikan Krishna (salah satu Awatara) dalam
Bhagavadgita (wejangan Krishna):
Yada yada hi dharmasya glanir bhavati bharata abhyutthanam
adharmasya tadatmanam srjamy aham paritranaya sadhunam vinasaya ca duskrtam
dharma samsthapanarthaya sambavami yuge yuge
(Bhagavad-gita, 4.7-8)
Artinya
"Manakala kebenaran merosot dan kejahatan merajalela,
pada saat itulah Aku akan turun menjelma ke dunia,
wahai keturunan Bharata (yang dimaksud adalah Arjuna)
Untuk menyelamatkan orang-orang saleh
dan membinasakan orang jahat
dan menegakkan kembali kebenaran,
Aku sendiri menjelma dari zaman ke zaman"
"Manakala kebenaran merosot dan kejahatan merajalela,
pada saat itulah Aku akan turun menjelma ke dunia,
wahai keturunan Bharata (yang dimaksud adalah Arjuna)
Untuk menyelamatkan orang-orang saleh
dan membinasakan orang jahat
dan menegakkan kembali kebenaran,
Aku sendiri menjelma dari zaman ke zaman"
1. Matsya Awatara
(Sang Ikan Raksasa)
Matsya Awatara muncul pada zaman Satya Yuga, tepatnya pada
masa pemerintahan Raja Satyabrata yang lebih dikenal dengan Waiwasta Manu
(putra Wiwaswan, Dewa Matahari). Kisah tentang Matsya Awatara ini dapat disimak
dalam Matsyapurana.
Suatu saat, Raja Satyabrata sedang mencuci tangan di sungai.
Ia melihat seekor ikan menghampiri tangannya dan ia tahu bahwa ikan itu meminta
pertolongan. Sang Raja pun membawa ikan itu ke istana dan merawatnya di sebuah
kolam. Semakin hari, ikan itu semakin besar sampai memenuhi kolam. Kemudian
ikan itu dipindahkan Raja ke kolam yang lebih besar. Namun, kejadian yang sama
terus berulang-ulang. Melalui suatu upacara, diketahui bahwa ikan raksasa itu
adalah kelahiran Dewa Vishnu. Ada juga versi yang menyebutkan bahwa ikan
tersebut dibawa ke samudra. Ikan itu kemudian menyampaikan bahwa dalam tujuh
hari banjir bah akan melanda bumi dan memerintahkan sang Raja untuk membangun
bahtera besar. Ia juga memerintahkan agar Raja nantinya harus mengisi bahtera
tersebut dengan makhluk hidup yang berpasangan, serta membawa Sapta Rsi. Ikan
tersebut juga berpesan agar setelah banjir tiba, bahtera tersebut agar diikat
di tanduknya dengan naga basuki sebagai talinya.
Seratus tahun kemudian, Bumi dilanda kekeringan dan
kelaparan dialami semua makhluk hidup. Tiba-tiba langit diselimuti tujuh macam
awan dan terjadilah hujan yang sangat lebat di muka bumi. Raja Satyabrata yng
menuruti perintah sang ikan akhirnya selamat beserta para pengikutnya. Ikan
tersebut sampai saat ini disebut Matsya Awatara
Kisah dengan tema yang sama juga dapat disimak dalam
kisah Nabi Nuh dan beberapa kisah lain dari Yunani dan Amerika.
2. Kurma Awatara
(Sang Kura-kura)
Kurma Awatara muncul pada zaman Satya Yuga, mengambil wujud
kura kura raksasa bernama Akupa. Pada saat itu, para Dewa dan Asura (Raksasa)
mengadakan sidang di puncak gunung Mahameru untuk mencari cara mendapatkan
Tirta Amerta, yaitu air suci yang membuat siapa saja yang meminumnya dapat
hidup abadi. Narayana (Vishnu) bersabda, "Kalau kalian menghendaki Tirta
Amerta tersebut, aduklah lautan Ksira (Ksirasegara/Ksirarnawa), sebab
dalam lautan tersebut terdapat tirta amerta.Kerjakanlah!"
Setelah mendengar perintah itu, para Dewa dan Asura pergi ke
lautan susu (Ksirarnawa/Ksirasegara). Mereka memerlukan alat untuk
mengaduk lautan tersebut. Di Pulau Sangka (Sangka Dwipa), terdapat Gunung
Mandara (Mandaragiri) yang tingginya 11000yojana. Sang Anantabhoga kemudian
mencabut gunung tersebut beserta segala isinya. Setelah mendapat ijin dari Dewa
Samudra, Gunung Mandara dijatuhkan ke laut Ksira sebagai tongkat pengaduk
lautan tersebut. Seekor kura-kura (kurma) raksasa bernama Akupa yang merupakan
penjelmaan Vishnu, menjadi dasar pangkal gunung tersebut. Ia disuruh menahan
gunung tersebut agar tidak tenggelam.
Naga Basuki dipergunakan sebagai tali, membelit lereng gunung tersebut. Dewa Indra menduduki puncaknya agar gunung tersebut tidak melambung ke atas. Kemudian, para Dewa dan Asura memutar gunung Mandara. Para Dewa memegang ekornya, sementara para Asura memegang kepalanya. Setelah lautan diaduk, racun yang disebut Halahala menyebar dan dapat membunuh seluruh makhluk hidup. Dewa Siwa pun meminumnya sampai lehernya berwarna kebiruan (Nilakantha). Setelah itu, berbagai dewa-dewi, makhluk hidup, dan harta karun pun muncul.
Akhirnya Dhanwantari muncul membawa kendi berisi Tirta Amerta. Para dewa sudah mendapat banyak bagian, sementara Asura belum sedikit pun. Akhirnya para Asura merebut paksa Tirta Amerta untuk dimiliki. Dewa Vishnu kemudian mencari siasat untuk merebut kembali Tirta Amerta. Kemudian Ia menjelma menjadi wanita cantik bernama Mohini yang akhirnya dapat menipu Asura. Tirta Amerta pun kembali ke tangan para Dewa. Menyadari hal itu, Asura marah dan terjadi peperangan antara para Dewa dan para Asura. Dewa Vishnu kemudian mengeluarkan senjata saktinya (Cakra) dan mengalahkan para Asura.
Para Dewa kemudian pergi ke Wisnuloka untuk meminum Tirta Amerta sehingga hidup mereka abadi. Melihat hal itu, seorang Raksasa merubah wujud menjadi Dewa. Namun, Dewa Aditya dan Chandra mengetahui hal itu dan melaporkan pada Dewa Wisnu. Dewa Wisnu pun berhasil memenggal kepala raksasa tersebut. Namun, kepala raksasa tersebut tetap abadi karena sudah terkena Tirta Amerta. Raksasa itu pun marah dan bersumpah akan memakan Aditya dan Chandra pada pertengahan bulan.
3. Waraha Awatara (Sang Babi Hutan)
Naga Basuki dipergunakan sebagai tali, membelit lereng gunung tersebut. Dewa Indra menduduki puncaknya agar gunung tersebut tidak melambung ke atas. Kemudian, para Dewa dan Asura memutar gunung Mandara. Para Dewa memegang ekornya, sementara para Asura memegang kepalanya. Setelah lautan diaduk, racun yang disebut Halahala menyebar dan dapat membunuh seluruh makhluk hidup. Dewa Siwa pun meminumnya sampai lehernya berwarna kebiruan (Nilakantha). Setelah itu, berbagai dewa-dewi, makhluk hidup, dan harta karun pun muncul.
Akhirnya Dhanwantari muncul membawa kendi berisi Tirta Amerta. Para dewa sudah mendapat banyak bagian, sementara Asura belum sedikit pun. Akhirnya para Asura merebut paksa Tirta Amerta untuk dimiliki. Dewa Vishnu kemudian mencari siasat untuk merebut kembali Tirta Amerta. Kemudian Ia menjelma menjadi wanita cantik bernama Mohini yang akhirnya dapat menipu Asura. Tirta Amerta pun kembali ke tangan para Dewa. Menyadari hal itu, Asura marah dan terjadi peperangan antara para Dewa dan para Asura. Dewa Vishnu kemudian mengeluarkan senjata saktinya (Cakra) dan mengalahkan para Asura.
Para Dewa kemudian pergi ke Wisnuloka untuk meminum Tirta Amerta sehingga hidup mereka abadi. Melihat hal itu, seorang Raksasa merubah wujud menjadi Dewa. Namun, Dewa Aditya dan Chandra mengetahui hal itu dan melaporkan pada Dewa Wisnu. Dewa Wisnu pun berhasil memenggal kepala raksasa tersebut. Namun, kepala raksasa tersebut tetap abadi karena sudah terkena Tirta Amerta. Raksasa itu pun marah dan bersumpah akan memakan Aditya dan Chandra pada pertengahan bulan.
3. Waraha Awatara (Sang Babi Hutan)
Pada zaman Satyayuga (kebenaran), hidup seorang raksasa
bernama Hiranyaksa, adik dari Hiranyakasipu. Hiranyaksa hendak menenggelamkan
bumi ke dalam "lautan kosmik", suatu tempat antah berantah di alam
semesta. Melihat bumi akan mengalami kehancuran, Dewa Vishnu menjelma menjadi
Babi Hutan dengan kedua taring yang mencuat dengan tujuan untuk menopang bumi
yang dijatuhkan Hiranyaksa. Namun, sebelum Waraha Awatara dapat menopang Bumi
kembali, Ia harus mengalahkan Hiranyaksa dalam peperangan yang berlangsung
selama ribuan tahun. Akhirnya, Waraha Awatara menikahi Dewi Pertiwi (Dewi
Bumi). Waraha Awatara dijelaskan dalam kitab Warahapurana
4. Narasinga Awatara
(Manusia Berkepala Singa)
Pada akhir zaman Satyayuga, seorang Raja Asura
bernama Hiranyakasipu sangat membenci segala sesuatu yang berhubungan dengan
Dewa Wisnu termasuk pengikutnya. Karena bertahun tahun lalu, Hiranyaksa
(adiknya) dibunuh oleh Waraha Awatara.
Untuk mendapatkan kesaktian, ia melakukan tapa kepada Dewa
Brahma. Ia kemudian memohon berkat untuk hidup abadi. Namun Dewa Brahma tak
dapat mengabulkannya. Hiranyakasipu hanya tidak dapat dibunuh oleh Manusia,
Hewan, maupun Dewa; saat pagi, siang, maupun malam; di luar maupun di dalam
rumah; di air, darat, maupun udara; dan tidak dapat dibunuh dengan segala macam
senjata.
Di rumah Hiranyakasipu, Dewa Indra dan bala tentaranya
menyerbu. Untungnya, Narada datang dan menyelamatkan Lilawati (istri
Hiranyakasipu) dan Prahlada (anak Hiranyakasipu). Prahlada kemudian dididik
oleh Narada untuk menjadi pengikut Dewa Vishnu.
Mengetahui hal tersebut, Hiranyakasipu marah besar dan
mencoba membunuh anaknya sendiri. Namun, setiap kali mencoba, ia selalu tidak
dapat membunuh anaknya. Kekuatan Dewa Wisnu yang tidak terlihat oleh mata
Hiranyakasipu selalu menolong Prahlada. Hiranyakasipu pun menantang Prahlada
untuk menunjukkan Dewa Wisnu. Prahlada berkata,"Ia berada di mana-mana, Ia
di sini, dan Ia akan muncul"
Pada petang hari itu, Dewa Vishnu muncul sebagai Narasinga
Awatara (manusia berkepala singa dan berkuku tajam). Narasinga Awatara dapat
mengakhiri Hiranyakasipu. Karena waktu yang tepat, berkat Dewa Brahma tidak
berlaku lagi. Hiranyakaksipu memang dibunuh tidak oleh manusia, hewan, maupun
dewa; tidak di air, darat, ataupun udara, melainkan di pangkuan Narasinga;
tidak di dalam maupun di dalam rumah, melainkan di antaranya; tidak dibunuh
dengan senjata, melainkan dengan kuku Narasinga.
Intinya adalah Beliau ada dimana-mana dan akan melindungi
setiap pengikutnya tanpa memandang keturunan melainkan hanya ketulusan dan
perbuatan baik orang tersebut.
5. Wamana Awatara
(Sang Brahmana Mungil) pada jaman Treayuga
Wamana Awatara terdapat
dalam Bhagavatapurana. Menurut kitab, ia adalah seorang brahmana
mungil, putra Aditi dan Kasyapa. Pada zaman itu (Tretayuga), hiduplah
seorang Raksasa bernama Bali, seorang Asura dan cucu dari Prahlada. Ia telah
menguasai bumi dan merebut Surga dari Dewa Indra.
Suatu hari, Raja Bali mengadakan acara besar untuk
memberikan hadiah kepada para Brahmana. Sukracarya sebelumnya sudah
mengingatkan Raja Bali untuk tidak memberikan hadiah kepada Brahmana yang
berwujud aneh. Datanglah Wamana Awatara dengan wujud brahmana mungil untuk
memohon hadiah. Ia meminta tanah seluas tiga langkah kakinya. Raja Bali pun
takabur dan memberikannya sepenuh hati. Tiba-tiba Wamana membesar dan membesar.
Langkah pertamanya adalah Surga, langkah keduanya adalah Bumi, karena tidak ada
tempat untuk melangkah lagi, maka Raja Bali menyerahkan kepalanya. Dengan
itulah Wamana Awatara mengakhiri Raja Bali. Terkesan dengan kedermawanan Bali,
Ia kemudian memberinya gelar Mahabali.
6. Parasurama Awatara
(Brahmana bersenjata Kapak) pada jaman Tretayuga
Parasurama atau Rama bersenjata kapak adalah putra bungsu
Jamadagni, seorang Brahmana. Pada masa mudanya, ia pernah membunuh ibunya
sendiri, bernama Renuka. Hal itu karena kesalahan Renuka sendiri sehingga
membuat Jamadagni marah besar. Jamadagni kemudian memerintahkan anak-anaknya
untuk membunuh ibu mereka dan berjanji akan memenuhi keinginan mereka. Semuanya
menolak kecuali Parasurama yang cerdas. Semua kakak-kakaknya yang menolak telah
dikutuk menjadi batu. Parasurama kemudian berhasil membunuh ibunya. Sesuai
janjinya, Jamadigna akan mengabulkan permintaan Parasurama. Parasurama meminta
agar Jamadigna menghidupkan kembali Renuka dan kakak-kakanya dan memperlakukan
mereka dengan baik.
Misi Parasurama sendiri adalah menumpas kaum Ksatria yang
bertindak sewenang-wenang. Ia bahkan pernah mengelilingi dunia sebanyak tiga
kali untuk melakukan itu. Setelah misinya selesai, Parasurama tetap hidup,
karena dia adalah seorang Ciranjiwin(abadi). Ia bahkan pernah bertemu Rama
dan Krishna, awatara selanjutnya. Itulah keunikan dari Parasurama.
7. Rama Awatara (Sang
Pemanah Sakti) pada jaman Dwaparayuga
Kisah tentang Rama Awatara ini adalah kisah yang sangat umum
dan dikenal dengan nama Ramayana. Bahkan kisah ini telah diterjemahkan dalam
pewayangan Jawa. Misi Rama lahir ke dunia adalah untuk membinasakan kaum
Raksasa yang bertindak sewenang-wenang, menindas, dan bertingkah laku di luar
Dharma. Raja dari kaum Raksasa tersebut bernama Rahwana. Saking jahatnya
Rahwana, sampai membuat Pertiwi menangis dan memohon perlindungan Dewa Wisnu.
Dewa Wisnu pun lahir ke dunia sebagai Rama.
Rama menghabiskan masa mudanya di Hutan Dandhaka karena diusir ayahnya sendiri (raja Dasarata) atas keinginan ibu tiri. Bersama Sita (kekasihnya) dan Laksmana, saudara yang setia, Rama mengembara di hutan, membinasakan para Raksasa dan menyebarkan Dharma.
Suatu saat, Rahwana terpikat pada kecantikan Sita dan menculik Sita dengan tipu daya. Namun, pada akhirnya Rahwana dapat dibinasakan dan Sita kembali ke pelukan Rama. Mereka kemudian kembaali ke Ayodhya untuk memimpin kerajaan tersebut.
Kisah Ramayana tidak hanya berisi tentang kepahlawanan dan Dharma, tetapi juga tentang percintaan dan kesetiaan. Terdapat jugakisah pengorbanan yang dilakukan Sita.
Rama menghabiskan masa mudanya di Hutan Dandhaka karena diusir ayahnya sendiri (raja Dasarata) atas keinginan ibu tiri. Bersama Sita (kekasihnya) dan Laksmana, saudara yang setia, Rama mengembara di hutan, membinasakan para Raksasa dan menyebarkan Dharma.
Suatu saat, Rahwana terpikat pada kecantikan Sita dan menculik Sita dengan tipu daya. Namun, pada akhirnya Rahwana dapat dibinasakan dan Sita kembali ke pelukan Rama. Mereka kemudian kembaali ke Ayodhya untuk memimpin kerajaan tersebut.
Kisah Ramayana tidak hanya berisi tentang kepahlawanan dan Dharma, tetapi juga tentang percintaan dan kesetiaan. Terdapat jugakisah pengorbanan yang dilakukan Sita.
8. Krishna Awatara (Purna
Awatara-Awatara Paling Sempurna) pada jaman Dwaparayuga
Krishna Awatara adalah awatara paling sempurna. Diceritakan
dalam berbagai kitab. Wejangan-wejangannya kepada Arjuna pun ditulis dalam
kitab Bhagavadgita. Kisah tentang Krishna yang unik dan menarik mungkin akan
diceritakan dalam artikel lain.
9. Buddha Awatara
pada jaman Kaliyuga
Dalam agama Hindu, Gautama Buddha muncul
dalam kitab Purana (Susastra Hindu) sebagai awatara (inkarnasi)
kesembilan di antara sepuluh awatara (Dasawatara) Dewa Wisnu.. Kata buddha berarti
"Dia yang mendapat pencerahan" dan dapat mengacu kepada Buddha lainnya
selain Gautama Buddha, pendiri Buddhisme yang dikenal pada masa
sekarang.
Seringkali Buddha disebut sebagai seorang yogi atau yogācārya,
dan sebagai sanyasin (petapa), Buddha sebagai awatara yang menganjurkan
tindakan tanpa kekerasan (ahimsa). Biasanya ayahnya disebut Suddhodhana, sama
dengan tradisi Buddhisme, sementara dalam kitab lainnya ayah Sang Buddha
disebut Anjana atau Jina. Sang Buddha digambarkan sebagai sosok rupawan (devasundara-rūpa),
dengan kulit putih atau merah pucat, dan memakai jubah merah atau merah-coklat.
10. Kalki Awatara
mengakhiri jaman Kaliyuga
No comments:
Post a Comment