Brahma adalah dewa yang menduduki tempat pertama dalam
susunan dewa-dewa Trimūrti, sebagai dewa pencipta alam semesta. Mitologi
tentang Brahma muncul pertama kali dan berkembang pada zaman Brahmāna. Brahma
dianggap sebagai
perwujudan dari Brahman, jiwa tertinggi yang abadi dan muncul
dengan sendirinya. Menurut kitab Satapatha Brahmāna, dikatakan bahwa Brahmalah
yang menciptakan, menempatkan, dan memberi tugas para dewa. Sebaliknya, di
dalam kitab Mahabharata dan Purana dikatakan bahwa Brahma merupakan leluhur
dunia yang muncul dari pusar Wisnu. Sebagai pencipta dunia, Brahma dikenal
dengan nama Hiranyagarbha atau Prajapati.
Pencipta dunia
Dalam kitab suci Bhagawadgita, Dewa Brahma muncul dalam
bab 8 sloka ke-17 dan ke-18; bab 14 sloka ke-3 dan ke-4; bab 15 sloka ke-16 dan
ke-17. Dalam ayat-ayat tersebut, Dewa Brahma disebut-sebut sebagai Dewa
pencipta, yang menciptakan alam semesta atas berkah dari Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam Bhagawadgita juga disebutkan, siang hari bagi Brahma sama
dengan satu Kalpa, dan Brahma hidup selama seratus tahun Kalpa, setelah itu
beliau wafat dan dikembalikan lagi ke asalnya, yakni Tuhan Yang Maha Esa
Dalam ajaran-ajaran Weda dikatakan bahwa pada mulanya di saat
dunia masih diselubungi oleh kegelapan, ketiak belum tercipta apa pun, Ia,
makhluk yang ada dengan sendirinya yang tanpa awal dan akhir, berkeinginan
mencipta alam semesta dari tubuhnya sendiri. Mula-mula ia menciptakan air,
kemudian menyebarkan bermacam-macam benih-benihan. Dari benih-benih ini
kemudian muncul telur emas yang bersinar seperti cahaya matahari. Dari telur
emas inilah Brahma lahir yang merupakan perwujudan dari Sang Pencipta itu
sendiri. Menurut kitab Wişņu Purāna, telur emas itu merupakan tempat tinggal
Sang pencipta selama ribuan tahun yang akhirnya pecah, dan muncullah Brahma
dari dalamnya untuk mencipta dunia dengan segala isinya.
Brahma, seperti juga Çiwa dan Wişņu, memiliki
bermacam-macam nama sebutan, di antaranya adalah Atmabhu (yang ada
dengan sendirinya), Annawūrti (pengendara angkasa), Ananta (yang
tiada akhir), Bodha (guru), Bŗhaspat (raja yang agung), Dhātā(pencipta), Druhina (sang
pencipta), Hiranyagarbha (lahir dari telur emas), Lokesha(raja
seluruh dunia), Prajāpati (raja dari segala makhluk), dan Swayambhū (yang
ada dengan sendirinya). Di dalam mitologi Hindu dikatakan bahwa wahana
(kendaraan) Brahma adalah hamsa (angsa).
Binantang-binantang yang dijadikan sebagai kendaraan para
dewa pada kenyataannya merupakan manifestasi dari sifat-sifat para dewa itu
sendiri. Hamsa adalah simbol dari “kebebasan” untuk hidup kekal.
Sifat seperti ini dimiliki oleh Brahma. Hamsa merupakan binatang yang dapat
hidup di dua alam, dapat berenang di air, dan terbang ke angkasa. Di air ia
dapat berenang semaunya dan di angkasa ia dapat terbang ke mana saja ia suka.
Ia mempunyai kebebasan, baik di bumi (= air) maupun di angkasa.
Dewa berkepala empat
Brahma dikenal juga sebagai dewa berkepala empat dengan
masing-masing muka menghadap keempat arah mata angin. Keempat muka Brahma
merupakan simbol dari empat kitab Weda, empat Yuga, dan empat warna. Karena
memiliki empat kepala, brahma juga dikenal sebagai catur anana atau catur
mukha atau asta karna (delapan telinga).
Kitab Matsya Purana menyebutkan bahwa kepala Brahma
berjumlah lima, tapi tinggal empat karena dipotong Çiwa. Dalam kitab ini
diceritakan bahwa Brahma mencipta seorang wanita dari tubuhnya sendiri yang
diberinya lima buah nama; Satarupā, Sawitri, Saraswatī, Gāyatri, dan Brāhmani.
Karena cantiknya, Brahma merasa tertarik, sehingga sang dewi terus dipandang.
Satarupā yang merasa terus diperhatikan menghindar ke sebelah kanan. Dewa
Brahma sebagai dewa besar malu untuk menoleh ke kanan dan karena itu muncul
kepala Brahma ke dua di sebelah kanan. Begitu pula ketika Satarupāmenghindar ke
kiri, ke belakang, dan akhirnya muncul kepala Brahma yang kelima ketika Satarupā menghindar
dengan terbang ke angkasa.
Menurut kitab Padma Purāna, ketika terjadi perselisihan
antara Brahma dan Wişņu, Çiwa datang melerai keduanya dengan mengabulkan
permintaan keduanya. Brahma sangat gembira, sehingga lupa memberi penghormatan
kepada Çiwa. Çiwa merasa kurang senang lalu menghampiri Brahma dan
kemudian memotong salah satu kepalanya dengan kuku jari kirinya dan berkata’
“Kepala ini terlalu terang, akan memberikan kesulitan kapada dunia karena
sinarnya yang terang melebihi seribu cahaya matahari.”
Brahma yang dikenal sebagai salah seorang dewa Trimūrti ini
bila dibandingkan dengan dewa-dewa Trimūrti lainnya, yaitu Çiwa dan Wişņu,
tidaklah sebesar dan sepenting keduanya. Tidak ada kuil atau bangunan suci
untuk memujanya, juga tidak ada aliran yang khusus memuja Brahma seperti yang
terjadi pada aliran-aliran Çiwait maupun Wişņuit. Walaupun tidak ada
bangunan suci yang diperuntukkan kepadanya, dalam relung-relung kuil-kuil untuk Çiwa
dan Wişņu, umumnya di relung utara diletakkan arca Dewa Brahma yang
kadang-kadang juga dipuja
No comments:
Post a Comment