Hikayat Rudraksha
Dalam legenda Hindu, suatu masa, lama sekali Sang Rudra (Syiwa) bermeditasi. Terlintas di dalam meditasinya, Sang Rudra melihat banyak hal; sukacita dan kebahagiaan, kebimbangan dan kesengsaraan, peperangan, kerusakan, dan ketidakseimbangan akibat ulah penghuni dunia. Berbagai hal yang dilihat dalam meditasinya berkecamuk, Sang Rudra terharu hingga meneteskan air mata. Satu tetes air mata Sang Rudra yang
PEMUJA Shiva, bila tidak menggunakan rudraksha maka terasa ada yang masih kurang dalam proses persembahyangannya. Bukan saja sadhaka -- seorang bhakta -- para sulinggih Shiva, saat sebagai sang yajamana mamuput karya menggunakan ganitri dari mulai di kepala, kuping, badan, termasuk pinggang
Demikian sekilas hikayat Rudraksha di dalam masyarakat Hindu. Rudraksha sendiri
diklaim berasal dari tanah Devanagari (India), dimana sebutan Rudraksa berasal
dari kata Rudra yang merujuk sebutan lain untuk Syiwa, dan Aksha yang berarti
mata. Sejak berabad silam hingga kini, Rudraksha telah identik dengan
spiritual, relijius dan kultur masyarakat India (Hindu).
70% pohon Rudraksha tersebar di Indonesia. Bagaimana Rudraksha sampai dan tumbuh subur di berbagai pelosok wilayah nusantara, tentu ada hikayat dan kaitan khusus. Rudraksha (Elaeocarpus Ganitrus Roxb) memiliki sebutan berbeda. Di tanah Sunda dikenal dengan sebutan Ganitri, di berbagai pelosok nusantara punya nama beda seperti Jenitri dan Buah Sima.
Hikayat Rudraksha sampai di Indonesia, khususnya sampai di tanah Pasundan, benih Rudraksha dianggap dibawa dari India sekitar 250 tahun lalu oleh pemerintah kolonial Belanda untuk ditanam di sekitar “residen” atau bangunan-bangunan kantor mereka, juga ditanam di sekitar jalan-jalan utama sebagai peneduh. Di Bandung sendiri, katanya dahulu pertama kali Rudraksha ditanam di sekitar sisi kiri-kanan jalan Bandung-Lembang, juga di sekeliling Gedung Sate. Versi lain mengatakan bahwa Rudraksha dibawa oleh orang-orang Gujarat yang melakukan perniagaan di Indonesia.
Ada hal yang menggelitik di keilmuan Biologi hingga disematkan nama Ganitrus sebagai nama latin Rudraksha. Di Sunda, Rudraksha disebut dengan nama Ganitri. Kami berasumsi bahwa Rudraksha sebenarnya sudah ada di tanah Pasundan belasan abad lalu, bukan dibawa oleh orang Belanda bersamaan dengan kolonialisme mereka 250 tahun lalu. Bahkan sebuah versi mengatakan bahwa pohon Rudraksha berasal dari Indonesia. Ini bisa sekaligus menjawab mengapa nama latin Rudraksha ada kata Ganitrus-nya. Alasannya, mengingat di tanah pasundan ribuan tahun lalu telah berdiri kerajaan besar yang erat berkaitan dengan kultur dan relijius masyarakat India (Hindu-Budha), di mulai dari Dinasti Salakanagara, Tarumanagara, hingga Dinasti Padjajaran. Sedangkan, kerajaan-kerajaan besar itu dikenal pernikahan campuran dengan bangsa lain, juga hubungan diplomatik hingga jauh ke negara-negara lain, termasuk India. Bahkan akulturasi kultur dan relijius dari wilayah lain (termasuk India) telah melebur dengan peradaban kultur kerajaan-kerajaan besar itu. Memang tidak tercatat dalam catatan atau literatur sejarah yang diakui para sejarahwan. Tapi bukan tidak mungkin, Rudraksha yang diklaim berasal dari India itu sudah ada di Indonesia, bahkan berasal dari Indonesia, khususnya di tanah Pasundan sejak masa Salakanagara puluhan abad yang lalu. Bahkan, Rudraksa sudah dimanfaatkan orang-orang di tanah Pasundan pada masa itu. Mungkin pula nama Ganitri sudah dipakai di zaman kerajaan itu, lalu mengilhami ilmuwan biologi hingga Rudraksha dinamai latinnya dengan Ganitrus.
Ganitri juga bukan sekedar nama biasa, tapi tersiratkan makna di dalamnya. Walaupun boleh dianggap “kirata” (dikira-kira tapi mendekati kenyataan), nama Ganitri tersusun dari ga nit ri adalah akronim dari ga=uga nit=nitih ri=diri, yang bila digabungkan uga nu nitih dina diri diterjemahkan secara eksplisit dengan takdir yang menimpa diri. Ada pula pendapat lain, ga=uga nit=nitis ri=kiwari, ditafsirkan menjadi uga nu nitis kiwari yang berarti ketentuan yang akan dialami saat ini. Secara lebih mendalam, makna yang terkandung dalam akronim dari Ganitri itu merepresentasikan suatu ketentuan (uga) yang akanakan di alami suatu ketika pada diri. Jadi, kata “Ganitri” menajdi semacam keyword alias kata kunci yang bila dicermati lebih mendalam akan menemukan makna dan filosofi luas.
Rudraksha dalam Konteks Filosofi dan Spiritual
Banyak filosofi dan simbol-simbol dalam setiap bagian pohon hingga biji Rudraksha. Pohonnya yang kuat dan tak mudah tumbang, melambangkan kekuatan tekad yang tak mudah tumbang oleh godaan nafsu. Akar pohon Rudraksha kuat menghujam tanah lebih dalam, batangnya tumbuh hingga 25-45 meter tinggi menjulang, itu melambangkan keseimbangan hidup. Menghujam bumi, di bawah, itu mewakili hubungan diri sendiri, berkenaan dengan introspeksi dan penguatan mental pribadi. Menjulang, ke atas, mewakili hubungan vertikal, berkenaan dengan nilai relijius, keimanan, peribadatan, dan lainnya. Batang pohon yang halus dan tak mudah membusuk atau terkelupas, menyimbolkan ketetapan hati yang tak mudah dibusuki oleh hasrat dan nafsu negatif duniawi. Daunnya dominan hijau, dan sebagian daunnya berubah warna menjadi coklat atau merah tua, itu mewakili perubahan dan kedewasaan. Kulit buahnya yang masih muda berwarna hijau, sedangkan yang sudah tua atau matang berwarna biru keungu-unguan, itu mewakili sebuah proses perubahan dari kondisi labil pada kondisi kematangan dan ketenangan.
Biji Rudraksha yang sudah dikupas terpisah dari daging dan kulit buahnya, akan terlihat tekstur biji yang nampak seperti serat atau rambatan menonjol mirip labirin-labirin yang saling berhubungan. Hal itu melambangkan hasrat, keinginan dan nafsu yang saling berkaitan di dalam diri. Dan bila dibelah, struktur isi biji Rudraksha tidak padat, tapi ada sedikit rongga kosong di dalamnya. Itu mewakili, hati yang kosong. Hati yang mesti dikosongkan dari hal-hal yang negatif untuk diisi dengan sirr dan rahsa yang positif.
Dalam konteks spiritual, pemanfaatan Rudraksha telah akrab dalam aktivitas spiritual relijius, seperti halnya masyarakat hindu merangkai biji-biji Rudraksha menjadi malas yang dipakai sebagai alat bantu dalam peribadatannya. Begitupun masyarakat Buddha yang menggunakan malas ketika japa mantra. Masyarakat Muslim menggunakan tasbih yang dirangkai dari biji-biji Rudraksha saat wirid atau dzikir, juga masyarakat Kristen memanfaatkan Rudraksha dalam rosario ketika misa atau kebaktian.
Rudraksha memberikan manfaat psikis dan psikologis ketika digunakan dalam aktivitas spiritual relijius. Ketika jari tangan yang memancarkan esoteris biolektrik tubuh menyentuh Rudraksha yang menyimpan bioelektrik alami, kedua energi itu bersinggungan dan berpadu menjadi satu energi yang tercetus, lalu diserap melalui jalur induksi aura tubuh ataupun mengalir melalui jaringan syaraf hingga sampai di gerbang syaraf otak. Energi itu selanjutnya mengimpulsi jaringan sel amigdala dan mengimpaksi Central Nervous Sistem di otak hingga menghadirkan sensasi nyaman, tenang dan damai. Intinya, Rudraksha membantu meningkatkan kenyamanan dan kekhusukan dalam aktivitas spiritual-relijius.
Manfaat Kesehatan
Setiap biji Rudraksha mengandung; alummunium, tembaga, kobalt, kalsium, klorin, ferum, magnesium, mangan, fosfor, dan nikel. Sedangkan komposisi kimiwi terdiri dari 50,024% karbon, 17,798% hidrogen, 0,9461% nitrogen, dan 30,4531% oksigen. Dan, menurut penelitian ilmuwan di India, Rudraksha mempunyai daya elektro magnetik 10.000 gauss pada keseimbangan Faraday, kadar itu muncul akibat konduksi elektron ketika Rudraksha dilibatkan dalam aktivitas relijius. Rudraksha memiliki kemampuan induksi listrik, pergerakan listrik, kapasistansi listrik, dan dinamisasi elektromagnetik.
Seperti disinggung di atas dimana Rudraksha memberikan manfaat dalam konteks spiritual-relijius. Dalam konteks kesehatan pun, Rudraksha menyimpan manfaat psikis dan psikologis. Rudraksha dapat membantu meningkatkan kekhusukan, begitupun Rudraksha dapat membantu otak mencapai kondisi tenang, sehingga dikatakan rudraksha mampu menekan tingkat stress bahkan menghilangkan stress. Itu karena induksi halus bieolektrik yang terkandung dalam Rudraksha mengimpuls polaritas dan intensitas bioelektrik dalam tubuh sehingga bertindak sebagai penyeimbang.
Literatur-literatur kuno, termasuk seperti pada Ayurveda, di dalamnya disinggung manfaat Rudraksha untuk kesehatan dan pengobatan. Belakangan, catatan itu dibuktikan dengan hasil penelitian ilmuwan dengan teoritis berbasis sains. Demikian pula jika Rudraksha difungsikan untuk mengobati penyakit, ada beberapa cara; Pertama, dengan induksi bioelektrik alami Rudraksha yang berfungsi sebagai penyeimbang polaritas bieolektrik tubuh sekaligus membantu revitaliasasi metabolisme tubuh. Paduan biolektrik tubuh dan biolektrik rudraksha befungsi melipatgandakan sel imunitas tubuh hingga meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit, bahkan paduan bioelektrik itu yang “menghajar” virus penyakit di dalam tubuh. Pemaduan dua biolektrik itu bisa dengan cara Rudraksha dipakai dalam bentuk aksesoris, dan proses kerjanya cukup lama bisa 20-30 hari, tergantung karakteristik bioelektrik seseorang yang berbeda-beda, dan juga proses adaptasi karena induksi bioelektrik rudraksha halus. Tapi bisa saja dipercepat oleh alat bantu dengan prinsip kerja semacam transformator. Kedua, dengan induksi melalui bantuan media penghantar lain seperti air. Ketika Rudraksha direndam air dalam beberapa waktu, bieolektrik dalam Rudraksha mengendap pada air. Manakala diminum, air yang mengandung bioelektrik dikompresi atau dikonversi di dalam tubuh sehingga dapat diserap oleh organ-organ tubuh lainnya. Ketiga, melalui pelarutan kimiawi. Kandungan kimiawi alami Rudraksha yang dihaluskan dengan campuran lain untuk dikonsumsi akan dikonversi alat pencernaan tubuh menjadi energi atau zat penyembuh sekaligus bisa sebagai zat pengganda sel imunitas tubuh. Berikut beberapa manfaat Biji Ganitri :
70% pohon Rudraksha tersebar di Indonesia. Bagaimana Rudraksha sampai dan tumbuh subur di berbagai pelosok wilayah nusantara, tentu ada hikayat dan kaitan khusus. Rudraksha (Elaeocarpus Ganitrus Roxb) memiliki sebutan berbeda. Di tanah Sunda dikenal dengan sebutan Ganitri, di berbagai pelosok nusantara punya nama beda seperti Jenitri dan Buah Sima.
Hikayat Rudraksha sampai di Indonesia, khususnya sampai di tanah Pasundan, benih Rudraksha dianggap dibawa dari India sekitar 250 tahun lalu oleh pemerintah kolonial Belanda untuk ditanam di sekitar “residen” atau bangunan-bangunan kantor mereka, juga ditanam di sekitar jalan-jalan utama sebagai peneduh. Di Bandung sendiri, katanya dahulu pertama kali Rudraksha ditanam di sekitar sisi kiri-kanan jalan Bandung-Lembang, juga di sekeliling Gedung Sate. Versi lain mengatakan bahwa Rudraksha dibawa oleh orang-orang Gujarat yang melakukan perniagaan di Indonesia.
Ada hal yang menggelitik di keilmuan Biologi hingga disematkan nama Ganitrus sebagai nama latin Rudraksha. Di Sunda, Rudraksha disebut dengan nama Ganitri. Kami berasumsi bahwa Rudraksha sebenarnya sudah ada di tanah Pasundan belasan abad lalu, bukan dibawa oleh orang Belanda bersamaan dengan kolonialisme mereka 250 tahun lalu. Bahkan sebuah versi mengatakan bahwa pohon Rudraksha berasal dari Indonesia. Ini bisa sekaligus menjawab mengapa nama latin Rudraksha ada kata Ganitrus-nya. Alasannya, mengingat di tanah pasundan ribuan tahun lalu telah berdiri kerajaan besar yang erat berkaitan dengan kultur dan relijius masyarakat India (Hindu-Budha), di mulai dari Dinasti Salakanagara, Tarumanagara, hingga Dinasti Padjajaran. Sedangkan, kerajaan-kerajaan besar itu dikenal pernikahan campuran dengan bangsa lain, juga hubungan diplomatik hingga jauh ke negara-negara lain, termasuk India. Bahkan akulturasi kultur dan relijius dari wilayah lain (termasuk India) telah melebur dengan peradaban kultur kerajaan-kerajaan besar itu. Memang tidak tercatat dalam catatan atau literatur sejarah yang diakui para sejarahwan. Tapi bukan tidak mungkin, Rudraksha yang diklaim berasal dari India itu sudah ada di Indonesia, bahkan berasal dari Indonesia, khususnya di tanah Pasundan sejak masa Salakanagara puluhan abad yang lalu. Bahkan, Rudraksa sudah dimanfaatkan orang-orang di tanah Pasundan pada masa itu. Mungkin pula nama Ganitri sudah dipakai di zaman kerajaan itu, lalu mengilhami ilmuwan biologi hingga Rudraksha dinamai latinnya dengan Ganitrus.
Ganitri juga bukan sekedar nama biasa, tapi tersiratkan makna di dalamnya. Walaupun boleh dianggap “kirata” (dikira-kira tapi mendekati kenyataan), nama Ganitri tersusun dari ga nit ri adalah akronim dari ga=uga nit=nitih ri=diri, yang bila digabungkan uga nu nitih dina diri diterjemahkan secara eksplisit dengan takdir yang menimpa diri. Ada pula pendapat lain, ga=uga nit=nitis ri=kiwari, ditafsirkan menjadi uga nu nitis kiwari yang berarti ketentuan yang akan dialami saat ini. Secara lebih mendalam, makna yang terkandung dalam akronim dari Ganitri itu merepresentasikan suatu ketentuan (uga) yang akanakan di alami suatu ketika pada diri. Jadi, kata “Ganitri” menajdi semacam keyword alias kata kunci yang bila dicermati lebih mendalam akan menemukan makna dan filosofi luas.
Rudraksha dalam Konteks Filosofi dan Spiritual
Banyak filosofi dan simbol-simbol dalam setiap bagian pohon hingga biji Rudraksha. Pohonnya yang kuat dan tak mudah tumbang, melambangkan kekuatan tekad yang tak mudah tumbang oleh godaan nafsu. Akar pohon Rudraksha kuat menghujam tanah lebih dalam, batangnya tumbuh hingga 25-45 meter tinggi menjulang, itu melambangkan keseimbangan hidup. Menghujam bumi, di bawah, itu mewakili hubungan diri sendiri, berkenaan dengan introspeksi dan penguatan mental pribadi. Menjulang, ke atas, mewakili hubungan vertikal, berkenaan dengan nilai relijius, keimanan, peribadatan, dan lainnya. Batang pohon yang halus dan tak mudah membusuk atau terkelupas, menyimbolkan ketetapan hati yang tak mudah dibusuki oleh hasrat dan nafsu negatif duniawi. Daunnya dominan hijau, dan sebagian daunnya berubah warna menjadi coklat atau merah tua, itu mewakili perubahan dan kedewasaan. Kulit buahnya yang masih muda berwarna hijau, sedangkan yang sudah tua atau matang berwarna biru keungu-unguan, itu mewakili sebuah proses perubahan dari kondisi labil pada kondisi kematangan dan ketenangan.
Biji Rudraksha yang sudah dikupas terpisah dari daging dan kulit buahnya, akan terlihat tekstur biji yang nampak seperti serat atau rambatan menonjol mirip labirin-labirin yang saling berhubungan. Hal itu melambangkan hasrat, keinginan dan nafsu yang saling berkaitan di dalam diri. Dan bila dibelah, struktur isi biji Rudraksha tidak padat, tapi ada sedikit rongga kosong di dalamnya. Itu mewakili, hati yang kosong. Hati yang mesti dikosongkan dari hal-hal yang negatif untuk diisi dengan sirr dan rahsa yang positif.
Dalam konteks spiritual, pemanfaatan Rudraksha telah akrab dalam aktivitas spiritual relijius, seperti halnya masyarakat hindu merangkai biji-biji Rudraksha menjadi malas yang dipakai sebagai alat bantu dalam peribadatannya. Begitupun masyarakat Buddha yang menggunakan malas ketika japa mantra. Masyarakat Muslim menggunakan tasbih yang dirangkai dari biji-biji Rudraksha saat wirid atau dzikir, juga masyarakat Kristen memanfaatkan Rudraksha dalam rosario ketika misa atau kebaktian.
Rudraksha memberikan manfaat psikis dan psikologis ketika digunakan dalam aktivitas spiritual relijius. Ketika jari tangan yang memancarkan esoteris biolektrik tubuh menyentuh Rudraksha yang menyimpan bioelektrik alami, kedua energi itu bersinggungan dan berpadu menjadi satu energi yang tercetus, lalu diserap melalui jalur induksi aura tubuh ataupun mengalir melalui jaringan syaraf hingga sampai di gerbang syaraf otak. Energi itu selanjutnya mengimpulsi jaringan sel amigdala dan mengimpaksi Central Nervous Sistem di otak hingga menghadirkan sensasi nyaman, tenang dan damai. Intinya, Rudraksha membantu meningkatkan kenyamanan dan kekhusukan dalam aktivitas spiritual-relijius.
Manfaat Kesehatan
Setiap biji Rudraksha mengandung; alummunium, tembaga, kobalt, kalsium, klorin, ferum, magnesium, mangan, fosfor, dan nikel. Sedangkan komposisi kimiwi terdiri dari 50,024% karbon, 17,798% hidrogen, 0,9461% nitrogen, dan 30,4531% oksigen. Dan, menurut penelitian ilmuwan di India, Rudraksha mempunyai daya elektro magnetik 10.000 gauss pada keseimbangan Faraday, kadar itu muncul akibat konduksi elektron ketika Rudraksha dilibatkan dalam aktivitas relijius. Rudraksha memiliki kemampuan induksi listrik, pergerakan listrik, kapasistansi listrik, dan dinamisasi elektromagnetik.
Seperti disinggung di atas dimana Rudraksha memberikan manfaat dalam konteks spiritual-relijius. Dalam konteks kesehatan pun, Rudraksha menyimpan manfaat psikis dan psikologis. Rudraksha dapat membantu meningkatkan kekhusukan, begitupun Rudraksha dapat membantu otak mencapai kondisi tenang, sehingga dikatakan rudraksha mampu menekan tingkat stress bahkan menghilangkan stress. Itu karena induksi halus bieolektrik yang terkandung dalam Rudraksha mengimpuls polaritas dan intensitas bioelektrik dalam tubuh sehingga bertindak sebagai penyeimbang.
Literatur-literatur kuno, termasuk seperti pada Ayurveda, di dalamnya disinggung manfaat Rudraksha untuk kesehatan dan pengobatan. Belakangan, catatan itu dibuktikan dengan hasil penelitian ilmuwan dengan teoritis berbasis sains. Demikian pula jika Rudraksha difungsikan untuk mengobati penyakit, ada beberapa cara; Pertama, dengan induksi bioelektrik alami Rudraksha yang berfungsi sebagai penyeimbang polaritas bieolektrik tubuh sekaligus membantu revitaliasasi metabolisme tubuh. Paduan biolektrik tubuh dan biolektrik rudraksha befungsi melipatgandakan sel imunitas tubuh hingga meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit, bahkan paduan bioelektrik itu yang “menghajar” virus penyakit di dalam tubuh. Pemaduan dua biolektrik itu bisa dengan cara Rudraksha dipakai dalam bentuk aksesoris, dan proses kerjanya cukup lama bisa 20-30 hari, tergantung karakteristik bioelektrik seseorang yang berbeda-beda, dan juga proses adaptasi karena induksi bioelektrik rudraksha halus. Tapi bisa saja dipercepat oleh alat bantu dengan prinsip kerja semacam transformator. Kedua, dengan induksi melalui bantuan media penghantar lain seperti air. Ketika Rudraksha direndam air dalam beberapa waktu, bieolektrik dalam Rudraksha mengendap pada air. Manakala diminum, air yang mengandung bioelektrik dikompresi atau dikonversi di dalam tubuh sehingga dapat diserap oleh organ-organ tubuh lainnya. Ketiga, melalui pelarutan kimiawi. Kandungan kimiawi alami Rudraksha yang dihaluskan dengan campuran lain untuk dikonsumsi akan dikonversi alat pencernaan tubuh menjadi energi atau zat penyembuh sekaligus bisa sebagai zat pengganda sel imunitas tubuh. Berikut beberapa manfaat Biji Ganitri :
Mengilangkan Stress
Menurut peneliti dari Benaras Hindu
University, utrasum bead – sebutan dari Ganitri di Amerika mengirimkan sinyal
secara beraturan ke jantung ketika digunakan sebagai kalung. Efek ini diperoleh
karena biji Ganitri memiliki sifat kimia dan fisik berupa induksi listrik,
kapasitansi listrik, pergerkan listrik, dan elektromagnetik. Oleh karea itu
biji Ganitri mempengaruhi system otak pusat saat menyebarkan rangsangan
bioelektrokimia. Hasilnya, otak merasa tenang dan menghasilkan pikiran positif.
Pembeda biji Ganitri dari biji lain
terungkap melalui riset Instintut Teknologi India yang menemukan bahwa pada
saat digunakan untuk berdoa, Rudraksa memiliki daya elektromagnetik sebesar
10.000 gauss pada keseimbangan Faraday, hasil konduksi electron alkalin
sehingga mengontol tekanan darah, stress, serta berbagai penyakit mental.
Air rebusan biji Ganitri setelah
dicuci dan direndam semalam lalu diminum saat perut kosong yang disertai dengan
mengalungkan manic-manik Genitri di leher dalam 7 hari terbukti efektif merendam
hipertensi dan menghasilkan perasaan tenang dan damai.
Sebagai Antibakteria
Rudraksa juga berfungsi
sebagi pelindung tubuh dari bakteri, kanker, dan pembengkakan, berdasrkan riset
yang telah dilakukan Departemen Farmakologi, Banaras Hindu University, India.
Glikosida, steroid, alkaloid, dan flavonoid yang terkandung dalam biji pohon
ini ternyata bersifat antibakteri. Terhitung 28 jenis bakteri gram positif dan
negatif seperti Salmonella typhimurim, Morganella morganii, Plesiomonas
shigelloides, Shigella flexnerii, dan Shigel sonneii hilang ketika diberi
ekstrak biji Ganitri.
Rudraksha bukan hanya dimanfaatkan sebagai media pengobatan ataupun alat bantu aktivitas spiritual relijius, tapi dapat dimanfaatkan untuk mempercantik penampilan. Rambatan-rambatan tekstur yang mengelilingi Rudraksha dipandang mempunyai keindahan tersendiri. Selain itu, lekukan vertikal yang melintang dari kutub utara ke kutub selatan Rudrakhsa, yang disebut dengan Mukhi, jumlahnya berbeda-beda di masing-masing biji Rudraksha dari 1 hingga 21 mukhis, itupun menambah nilai estetis Rudraksha.
Bentuk alami biji Rudraksha tidak kalah setara dengan manik-manik yang banyak dirangkaikan pada aksesoris-aksesoris fashion. Bentuk biji Rudraksha diproses dengan baik, dirangkai dengan paduan bahan natural lainya, diikat dengan simpul ikatan yang indah, akan menghasilkan aksesoris yang cantik. Aksesoris dari paduan Rudraksha ini dilihat begitu natural, bahkan menjadi semacam aksesoris etnik. Rangkaian Rudraksha dalam berbagai bentuk seperti kalung, gelang, bross, dan aksesoris lain, tak kalah cantik dengan jewelry dari material emas, perak atau berlian. Nilai lebihnya, selain aksesoris yang mempercantik penampilan, sekaligus menyehatkan bagi si pemakai. Bahkan aksesoris ini tidak ada efek samping merugikan bagi si pemakainya. Bagaimanapun aura, perilaku, ataupun karakteristik psikologis si pemakai, dengan menggunakan aksesoris dari paduan Rudraksa, sama sekali tidak ada pengaruh apapun. Malah, karena aksesoris dari Rudraksha ini fungsinya untuk memperindah penampilan dan bukanlah dikhususkan seperti jimat, maka tidak ada pantangan khusus.
Pemanfaatan Rudraksha sebagai aksesoris memperindah penampilan, bukan hanya digunakan pada saat ini saja. Zaman dahulu, khususnya di tatar Pasundan, pada masa kejayaan kerajaan Salakanagara hingga Padjajaran, kaum bangsawan termasuk raja-rajanya pun menggunakan aksesoris kebesaran yang sebagian materialnya dari Rudraksha.
No comments:
Post a Comment